Kamis, 10 Mei 2012

MATI UNTUK HIDUP


MATI UNTUK HIDUP

            Ada ungkapan, setiap orang yang hidup harus belajar mati. Bagaimana mungkin ? Bukankah setiap manusia berupaya untuk mempertahankan hidupnya dan meningkatkan kesejahteraannya di setiap kesempatan. Tak sedikit yang menghalalkan segala cara demi mendapatkan pengakuan dalam lingkungan pergaulan. Ada yang rela merubah penampilan, mengasah bakat dan ketrampilan agar diterima oleh orang lain. Lalu mengapa perlu belajar mati ?
            Ada kisah tentang sepasang kekasih. Seorang pria dengan cinta yang luar biasa terhadap seorang gadis, walaupun si gadis tak bisa melihat. Setiap hari ia mendampingi sang gadis dan dengan sabar mendengar setiap keluhan, menenangkan si gadis ketika marah terhadap kondisi fisiknya. Menghibur si gadis ketika kecewa terhadap orang-orang disekitarnya. Ketulusan yang ditunjukkan setiap hari ini, membuat si gadis sangat mencintai kekasihnya dan berjanji akan menikahinya bila ia sudah bisa melihat.
            Suatu hari, ada yang mendonorkan mata bagi si gadis. Si gadis berhasil melihat dunia di sekitarnya. Tak ada lagi gelap yang selama ini dikeluhkan. Kegembiraan terpancar di matanya. Ia sungguh bersukacita dan ingin cepat-cepat menikah dengan pria yang selama ini mendampinginya. Tapi kegembiraan itu tiba-tiba sirna. Si gadis urungkan niat, ia kecewa karena pria yang dicintainya tak bisa melihat. Janji yang selama ini diucapkan tak tersisa dihati. Ia memutuskan berpisah, cinta tak lagi seperti dulu. Si pria hanya tertunduk dan tak mampu membantah keputusan si gadis. Ia beranjak pergi dan menitipkan sebuah surat untuk orang yang sangat dicintainya. Tulisnya “Maafkan aku, hanya ini yang bisa kulakukan. Tolong jaga mataku baik-baik. Aku pergi tapi akan selalu mencintaimu”.
            Inilah kasih itu. Seperti dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Konsekuensi dari mengasihi adalah berkorban. Rasa kasih memunculkan dampak mederita. Menderita demi orang yang kita kasih. Itulah sebabnya orang yang hidup harus belajar mati. Mematikan keinginan diri kita, demi menghidupkan orang lain. Disinilah letak hdup yang sesungguhnya.
            Kasih seperti ini tak akan terwujud tanpa pengorbanan. Tak ada pengorbanan tanpa syarat. Mengapa sepasang kekasih dalam cerita tadi berpisah ? Sebab kasih si gadis bersyarat, maka ia tak mampu berkorban. Nilai hidup kita ada pada seberapa besar kita member nilai pada hidup orang lain. Itulah sebabnya kita tidak bisa hidup sendiri di dunia ini.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar