ANAK ANJING DAN
SEPOTONG DAGING
Entah ada apa dengan napsu makanku hari ini, makananku
tersisa banyak. Aku keluar rumah untuk membuang sisa makanan tersebut. Baru
beberapa langkah dari pintu luar rumah, pandanganku tertuju pada seekor anak
anjing. Anak anjing itu tampak tidak terawat, meringkuk di pojokan sebuah meja
bekas yang tergeletak begitu saja di depan rumah tetanggaku. Aku terdiam
sejenak memandang anak anjing itu, kemudian menatap bungkusan di tanganku. Ku
ambil daging yang nyaris tak tersentuh olehku dan aku berjalan menghampiri anak
anjing itu.
Anak anjing itu sepertinya menyadari
bahwa aku sedang menghampirinya. Ia mulai mendongakkan kepalanya dan
menggonggong seolah berkata “jangan
ganggu aku, manusia !”. Melihat reaksi anak anjing tersebut, aku tidak jadi
mendekat. Kuletakkan daging tersebut agak jauh darinya dan segera mundur
ketempatku semula sambil menatapnya, berharap ia menghampiri dan memakan daging
tersebut. Dugaanku salah, ia terus menatapku sambil menyalak tiada henti, tidak
meggubris daging yang kuletakkan tadi. Aku menghela napas sejenak, lalu
mengambil kembali daging tersebut dan menghampiri lebih dekat kepada anak
anjing . Reaksinya sudah dapat ditebak, dia menyalak lebih kencang dari
sebelumnya, mungkin karena aku sekarang sudah lebih dekat kepadanya. Entah
kenapa aku lakukan ini, tapi aku mencoba berbicara dengannya “ssst, aku tidak bermaksud jahat, malah akan
memberikanmu makanan lezat ini”. Tapi sia-sia saja, anak anjing itu tentu saja
tidak dapat mengerti perkataanku, bahkan dia tidak mencoba mengerti, dia terus
saja menggonggong dan kali ini menggeram seperti bersiap menggigit. “Baiklah”, kataku pada diri sendiri. “Kubiarkan saja dia menggigit tanganku. Saat
dia menggigit tanganku, dia pasti akan merasakan daging di tanganku itu dan
akan sadar bahwa aku justru membawakannya makanan”.
Aku berjongkok di hadapan anak
anjing itu. Kusodorkan perlahan tanganku yang menggenggam daging, sedikit
mengeryit karena sadar bahwa sebentar lagi tanganku akan digigit. “Semoga saja giginya belum tumbuh tajam”,
pikirku. Tapia pa yang terjadi ? Anak anjing itu berhenti menggonggong dan
mengendus-endus, kemudian menjilat daging ditanganku. Akhirnya kulepas daging
itu dari tanganku dan anak anjing itu makan dengan lahapnya.
Aku tersenyum, mengucap syukur pada
Tuhan atas apa yang baru saja kulalui. Tiba-tiba aku tertegun merenungkan akan
apa yang baru saja kualami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar