Kamis, 10 Mei 2012

ANAK ANJING DAN SEPOTONG DAGING


ANAK ANJING DAN SEPOTONG DAGING

            Entah ada apa dengan napsu makanku hari ini, makananku tersisa banyak. Aku keluar rumah untuk membuang sisa makanan tersebut. Baru beberapa langkah dari pintu luar rumah, pandanganku tertuju pada seekor anak anjing. Anak anjing itu tampak tidak terawat, meringkuk di pojokan sebuah meja bekas yang tergeletak begitu saja di depan rumah tetanggaku. Aku terdiam sejenak memandang anak anjing itu, kemudian menatap bungkusan di tanganku. Ku ambil daging yang nyaris tak tersentuh olehku dan aku berjalan menghampiri anak anjing itu.
            Anak anjing itu sepertinya menyadari bahwa aku sedang menghampirinya. Ia mulai mendongakkan kepalanya dan menggonggong seolah berkata “jangan ganggu aku, manusia !”. Melihat reaksi anak anjing tersebut, aku tidak jadi mendekat. Kuletakkan daging tersebut agak jauh darinya dan segera mundur ketempatku semula sambil menatapnya, berharap ia menghampiri dan memakan daging tersebut. Dugaanku salah, ia terus menatapku sambil menyalak tiada henti, tidak meggubris daging yang kuletakkan tadi. Aku menghela napas sejenak, lalu mengambil kembali daging tersebut dan menghampiri lebih dekat kepada anak anjing . Reaksinya sudah dapat ditebak, dia menyalak lebih kencang dari sebelumnya, mungkin karena aku sekarang sudah lebih dekat kepadanya. Entah kenapa aku lakukan ini, tapi aku mencoba berbicara dengannya “ssst, aku tidak bermaksud jahat, malah akan memberikanmu makanan lezat ini”.  Tapi sia-sia saja, anak anjing itu tentu saja tidak dapat mengerti perkataanku, bahkan dia tidak mencoba mengerti, dia terus saja menggonggong dan kali ini menggeram seperti bersiap menggigit. “Baiklah”, kataku pada diri sendiri. “Kubiarkan saja dia menggigit tanganku. Saat dia menggigit tanganku, dia pasti akan merasakan daging di tanganku itu dan akan sadar bahwa aku justru membawakannya makanan”.
            Aku berjongkok di hadapan anak anjing itu. Kusodorkan perlahan tanganku yang menggenggam daging, sedikit mengeryit karena sadar bahwa sebentar lagi tanganku akan digigit. “Semoga saja giginya belum tumbuh tajam”, pikirku. Tapia pa yang terjadi ? Anak anjing itu berhenti menggonggong dan mengendus-endus, kemudian menjilat daging ditanganku. Akhirnya kulepas daging itu dari tanganku dan anak anjing itu makan dengan lahapnya.
            Aku tersenyum, mengucap syukur pada Tuhan atas apa yang baru saja kulalui. Tiba-tiba aku tertegun merenungkan akan apa yang baru saja kualami.

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar