Sabtu, 04 Mei 2013

Fenomena Bullying di Sekolah



“Fenomena Bullying di Sekolah”


Apakah definisi BULLYING ????

Definisi bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris. Istilah Bullying belum banyak dikenal masyarakat, terlebih karena belum ada padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia (Susanti, 2006). Bullying berasal dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah.
Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai masyarakat untuk menggambarkan fenomena bullying di antaranya adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi (Susanti, 2006).
Suatu hal yang alamiah bila memandang bullying sebagai suatu kejahatan, dikarenakan oleh unsur-unsur yang ada di dalam bullying itu sendiri. Rigby (2003:51) menguraikan unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian bullying yakni antara lain keinginan untuk menyakiti, tindakan negatif, ketidakseimbangan kekuatan, pengulangan atau repetisi, bukan sekedar penggunaan kekuatan, kesenangan yang dirasakan oleh pelaku dan rasa tertekan di pihak korban.
Tahun 2011 ditutup dengan catatan kelam: ”bullying” masih terus menjadi momok dalam dunia pendidikan kita. Di sejumlah sekolah, aksi tidak terpuji itu masih terus terjadi dan tak kunjung berhenti, bahkan cenderung diwariskan kepada siswa-siswa baru.
Fakta menunjukkan, bullying berdampak secara fisik, psikis, dan sosial terhadap korban. Selain menurunnya prestasi belajar, bullying juga mengakibatkan dampak fisik, seperti kehilangan selera makan dan migrain. Korban juga rentan menjadi pencemas hingga mengalami depresi dan menarik diri dari pergaulan. Dalam tingkatan yang lebih ekstrem, korban bahkan ada yang sampai membunuh.
Data yang dirilis Pusat Data dan Informasi, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), menyebutkan, angka kekerasan pada tahun 2011 menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan sekaligus mengkhawatirkan. Sekretaris Jenderal Komnas PA Samsul Ridwan menyebut adanya peningkatan laporan atau pengaduan yang diterima Divisi Pengaduan dan Advokasi, Komnas Anak.
Untuk jumlah pengaduan yang masuk, peningkatannya mencapai 98 persen pada tahun 2011, yaitu 2.386 pengaduan dari 1.234 laporan pada tahun 2010. Kasus kekerasan seksual juga meningkat menjadi 2.508 kasus pada 2011, meningkat dari data tahun 2010 sebanyak 2.413 kasus. Sebanyak 1.020 kasus atau setara 62,7 persen dari angka tersebut adalah kasus kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk sodomi, pemerkosaan, pencabulan, dan inses. Selebihnya adalah kekerasan fisik dan psikis.
Fakta ini tentu sangat memprihatinkan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menyenangkan berubah menjadi tempat mengerikan, bahkan mengancam nyawa. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk menemukan kawan berubah menjadi tempat mencari lawan.
Lebih mengkhawatirkan lagi, perilaku bullying bahkan terus berkembang di lingkup yang lebih luas. Saat ini, bullying juga merambat ke tembok sekolah dasar. Sutradara film Langit Biru yang mengangkat tema tentang bullying di sekolah, Lasja F Susatyo, mengisahkan bagaimana anaknya yang masih duduk di bangku SD pun tidak luput dari perilaku bullying.
Keprihatinan itulah yang kemudian mendasari lahirnya film Langit Biru. Selain mengisahkan perilaku bullying di sekolah, film ini membawa pesan anti-bullying yang harus terus digaungkan ke segala penjuru, terutama di dalam tembok-tembok sekolah di seluruh Indonesia.
Di luar negeri, isu bullying sudah dianggap sebagai isu penting. Sejumlah selebriti bahkan tak segan lagi terlibat dalam kampanye anti-bullying. Contohnya adalah aktris yang bermain di film The Devil Wears Prada, Anna Hathaway, serta penyanyi fenomenal Lady Gaga yang mendirikan yayasan Born This Way yang khusus menangani isu bullying di kalangan remaja. Presiden Amerika Serikat Barack Obama bahkan mengusung isu anti-bullying dalam kampanye pencalonan presidennya dan mendapat dukungan luas berkat isu tersebut.

Gangguan kejiwaan
Perawat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, Winda Ratna Wulan, yang kini menyelesaikan tesis tentang bullying di Universitas Indonesia menuturkan, bullying adalah perilaku yang dirasakan baik secara verbal maupun nonverbal atau perilaku yang dirasakan oleh korban sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. ”Misalnya digosipkan, diejek, dikucilkan, dibentak, didiskriminasi, dan diberi tugas di luar kewajaran,” kata Winda.
Winda menambahkan, sejumlah pakar mengategorikan kekerasan fisik sebagai bullying. Namun, kebanyakan tidak memasukkan kekerasan sebagai bentuk bullying. ”Bullying lebih merupakan tahapan yang terjadi sebelum kekerasan fisik, step awal dari kekerasan,” katanya.
Perilaku bullying disebabkan, antara lain, memang pelaku mengalami gangguan kejiwaan, seperti narsistis dan obsesif kompulsif. Selain itu, kadang pelaku merasa tidak mampu mengendalikan korban atau bisa juga dari karakter korban.
”Karakter yang umum di-bully ada dua. Yang pertama orang yang populer, supel, banyak disukai, dan pintar. Pokoknya, punya kelebihan dibandingkan orang lain. Yang kedua adalah karakter yang berbeda dari orang lain, misalnya kurang pandai, gemuk, pendek, dan tidak berdaya. Bisa juga kaum minoritas, yaitu yang dianggap berbeda, misal suku tertentu atau agama tertentu,” ungkapnya.
Di kalangan remaja yang tengah memasuki masa peralihan dari anak ke dewasa, dan pada tahap tersebut rata-rata remaja ingin diakui (masa pencarian identitas diri), aksi bullying dilakukan bisa karena merasa keren jika dia merasa memiliki power. ”Jadi, penggencetan, aksi bullying, dilakukan,” tuturnya.
Meski berdampak hebat, tidak mudah menghentikan perilaku bullying. Hal ini, antara lain, dikarenakan kadang korban merasa tidak sedang mendapat perlakuan bullying. Selain itu juga karena lingkungan masih menganggap bullying sebagai hal wajar.
”Pencegahannya bisa dilakukan melalui undang-undang yang ketat. Dukungan orang-orang di sekitar pelaku juga penting supaya hal tersebut tidak terjadi. Orangtua dan guru juga harus aware terhadap bullying,” ujar Winda.
Lebih dari itu, korban juga harus berani melapor apabila mengalami bullying. Korban juga perlu survive atas dirinya sendiri agar tidak terus-terusan menjadi korban. Semakin lemah, semakin ditindas. ”Butuh konselor untuk memulihkan yang sudah parah, tetapi bagus juga kalau dibentuk peers dari orang-orang yang menjadi korban sebagai pendukung,” kata Winda.
Dalam catatan akhir tahun yang dirilis Komnas PA, Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengungkapkan, diperlukan kerja konkret yang lebih keras untuk melindungi anak-anak.

”Kami, Komnas Anak, akan mengambil peran yang telah kami jalankan selama ini dengan merumuskan program yang lebih sistemis, bukan hanya sebagai ’pemadam kebakaran’, melainkan pada sosialisasi akan UU Perlindungan Anak dan kewajiban untuk anak dilindungi pada tahun 2012 mendatang,” ujar Arist. (Dwi As Setianingsih)
Sumber : Kompas.com

Tugas 2 Softskill



A.   Penyesuaian Diri
1.      Pengertian Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery).
Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.
Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat lain.
Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa di sana individu seakan-akan mendapattekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baiksecara moral, sosial, maupun emosional.
Sudut pandang berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri dimaknai sebagai usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan, dan frustrasi tidak terjadi.

2.      Konsep Penyesuaian Diri

Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam penyesuaian diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri, kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian yang baik atau yang salah. Penyesuaian yang sempurna dapat terjadi jika manusia / individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya, tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan semua fungsi-fungsi organisme / individu berjalan normal. Namun, penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat, dan manusia terus menerus menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi sehat. Penyesuaian diri adalah suatu proses. Kepribadian yang sehat ialah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.



3.      Pertumbuhan Personal

Manusia  merupakan makhluk individu. Manusia disebut sebagai individu apabila tingkah lakunya spesifik atau menggambarkan dirinya sendiri dan bukan bertingkah laku secara umum atau seperti orang lain. Jadi individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas dalam lingkup sosial tetapi mempunyai kekhasan tersendiri yang spesifik terhadap dirinya didalam lingkup sosial tersebut. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
Setiap individu memiliki naluri yang secara tidak langsung individu dapat memperhatikan hal-hal yang berada disekitarnya apakah  hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam  masyarakat yang memiliki suatu  norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang tidak disiplin yang dalam menerapkan aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang tidak disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang cuek maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang cuek.

Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan individu:
Ø  Faktor genetic
·         Faktor keturunan — masa konsepsi
·         Bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan
·         Menentukan beberapa karakteristik seperti jenis  kelamin, ras, rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan psikologis seperti temperamen
·         Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.

Ø  Faktor eksternal / lingkungan
·         Mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir hayatnya, dan sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan
·         Faktor eksternal yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya.

Dari semua faktor-faktor  di atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat maka akan memberikan pertumbuhan bagi suatu individu. Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.

a.       Aliran asosiasi
Perubahan terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empiri (kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensasiton (perasaan) maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflektion.

b.      Psikologi gestalt
Pertumbuhan adalah proses  perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.

c.        Aliran sosiologi
Pertumbuhan adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial maupun sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan. Pertumbuhan individu sangat penting untuk dijaga dari sejak lahir agar bisa tumbuh menjadi individu yang baik dan berguna untuk sesamanya.


B.   Stress
1.      Pengertian Stress,,Efek-Efek Stress
“General adaption syndrom menurut Hans Selyre”

Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.

Menurut Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif, apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri.Karenanya dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif organisme.
Sedangkan menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Sedangkan berdasarkan definisi kerja stress, stress dapat diartikan sebagai:
·         Suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan atau proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi atau kejadian eksternal yang membebani tuntunan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang. 
·         Sebagai suatu tanggapan penyesuaian, dipengaruhi oleh perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar ( lingkungan ) situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan pada seseorang.
Menurut Mason (1971 ) membantah konsep yang mengatakan bahwa stress hanyalah merupakan badaniah saja. Ditunjukkkannya bahwa daya adaptasi seseoarang itu tergantung pada faktor-faktor kejiwaan atau psikologiknya yang menyertai stresor. Stres bukanlah konsep faal saja, lebih banyak dilihat sebagai konsep perilaku, setiap reaksi organisme terhadap stresor memungkinkan sekali terlebih dahulu dimulai oleh kelainan perilaku dan kemudian mungkin baru terjadi akibat faal, kemudian Mason (1976 ) menunjukkan bahwa terdapat pola hormonal yang berbeda terhadap stresor fisik yang berbeda.
Pada penelitain Wolf dan Goodel ( 1968 ) bahwa individu-individu yang mengalami kesukaran dengan suatu sistem organ, cenderung akan bereaksi etrhadap stresor dengan gejala dan keluhan dalam sistem organ yang sama.Kondisi sosial, perasaan dan kemampuan untuk menanggulangi masalah, ternyata mempengaruhi juga aspek yang berbeda-beda dari reaksi terhadap stres.
Menurut Selye (Bell, 1996) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti: meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan.
Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stress juga dapat diartikan sebagai:
·         Stimulus, yaitu stress merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stress atau disebut juga dengan stressor. 
·         Respon, yaitu stress merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stress. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah tersinggung.
·         Proses, yaitu stress digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stress melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Jadi, stress dapat mempengaruhi fisik, psikis mental dan emosi. Tetapi, stress dapat mempunyai dua efek yang berbeda, bisa negatif ataupun positit, tergantung bagaimana kuatnya individu tersebut menghadapi stress atau bagaimana individu tersebut mempersepsikan stress yang sedang dihadapinya.
Efek-efek stress menurut Hans Selye
-          Local Adaptation Stres.
Tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.
-          Karakteristik dari LAS :
·         Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system.
·         Respon bersifat adaptif ; diperlukan stresor untuk menstimulasinya.
·         Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
·         Respon bersifat restorative.
-          General Adaptation Syndrom
Selye (1983) menyatakan munculnya sindrom adaptasi umum (GAS) melalui beberapa tahap berikut :
·         Tahap peringatan (Alarm Stage)
Tahap reaksi awal tubuh dalam menghadapi berbagai stressor. Tubuh tidak dapat bertahan pada tahapan ini dalam jangka waktu lama.
·         Tahap Adaptasi atau Eustres (Adaptation Stage)
Tahap dimana tubuh mulai beradaptasi dengan adanya stres dan berusaha mengatasi serta membatasi stresor. Ketidakmampuan tubuh beradaptasi mengakibatkan tubuh menjadi rentan terhadap penyakit.
·         Tahap Kelelahan atau distres (Exhaution Stage)
Tahap dimana adaptasi tidak dapat dipertahankan karena stres yang berulang atau berkepanjangan sehingga berdampak pada seluruh tubuh

Efek lain seperti efek fisiologis dari stres pada tubuh meliputi:
·         Nyeri dada
·         Insomnia atau tidur masalah
·         Nyeri kepala Konstan
·         Hipertensi
·         Tukak
Stres dikatakan menjadi sebuah faktor penunjang untuk produksi suatu penyakit tertentu, atau mungkin menjadi penyebab respon perilaku negatif, seperti merokok, minum alkohol dan penyalahgunaan narkoba yang semuanya dapat membuat kita rentan terhadap penyakit. Hal buruk dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan tubuh kita menjadi kurang tahan terhadap sejumlah masalah kesehatan

2.      Faktor-Faktor Individual dan Sosial yang Menjadi Penyebab Stress

Sumber Stres (Stressor)
Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologis nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya (Sunaryo, 2002).
Menurut Selye dalam menggolongkan stres menjadi dua golongan yang didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya (Rice, 1992), yaitu :
Ø  Distress (stres negatif)
Merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah. Sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan dan timbul keinginan untuk menghindarinya.
Ø  Eustress (stres positif)
Eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan, frase joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif yang timbul dari adanya stres. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan performansi kehidupan. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.
Faktor individual penyebab stress:
Stress muncul dalam diri seseorang melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan,bila seseorang mengalami konflik. Konflik inilah yang merupakan sumber stress yang utama.
Faktor sosial penyebab stress:
Stress juga dapat bersumber dari interaksi individu dengan lingkungan sosialnya. Perselisihan dalam hubungan seperti masalah keuangan, saling acuh tak acuh dan tujuan yang saling berbeda, dapat menimbulkan tekanan ke dalam diri yang menyebabkan individu mengalami stress. Pengalaman stress yang umum misalnya, bersumber dari pekerjaan , khususnya (occupational stress” yang telah diteliti secara luas
3.      Tipe-Tipe Stress Psikologi :
a.       Tekanan adalah suatu kondisi ketegangan yang  mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang.
b.      Frustasi adalah perasaan kecewa atau jengkel akibat terhalang dalam pencapaian tujuan.
c.       Konflik adalah adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah intern) maupun dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupad perselisihan (disagreement), adanya keteganyan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai kepada mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai pengahalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.
d.      Kecemasan merupakan sebuah fenomena kognitif, dimana seseorang merasa sesuatu akan terjadi diluar kehendak  dan tidak bisa diprediksi. Kecemasan akan diperparah jika, seseorang merasa tidak sanggup menghadapinya karena meragukan kemampuan diri sendiri.


4.      Syntom Reducing Responses Terhadap Stress,,Mekanisme Pertahanan Diri dan Strategi Coping untuk Mengatasi Stress
Strategi menghadapi stres antara lain dengan mempersiapkan diri menghadapi stresor dengan cara melakukan perbaikan diri secara psikis atau mental, fisik dan sosial. Perbaikan diri secara psikis atau mental yaitu dengan pengenalan diri lebih lanjut, penetapan tujuan hidup yang lebih jelas, pengaturan waktu yang baik. Perbaikan diri secara fisik dengan menjaga tubuh tetap sehat yaitu dengan memenuhi asupan gizi yang baik, olahraga teratur, istirahat yang cukup. Perbaikan diri secara sosial dengan melibatkan diri dalam suatu kegiatan, acara, organisasi dan kelompok sosial. Mengelola stres merupakan usaha untuk mengurangi atau meniadakan dampak negatif stresor (Sunaryo,2004).
5.      Pendekatan Problem Solving Terhadap Stress
Kita mengalahkan stress dengan cara menyelesaikan problem stressor (hal yang membuat stress itu). Misalnya, kita stress karena menderita suatu penyakit, maka kita menyelesaikan masalah dengan berobat sehingga penyakit kita bisa sembuh. Atau bisa juga dengan mengusahakan agar kita bisa menyesuaikan diri dengan situasi yang terjadi (bila situasinya sendiri tidak bisa dirubah).

Daftar Pustaka